Senin, 18 Mei 2015

Apresiasi Puisi “Rasa Dosa” Karya Subagio Sastrowardoyo dengan Pendekatan Semiotik



 

Oleh:
Juwati
      
Rasa Dosa

muka putih di jendela
mengikut aku dari subuh

semua kekal

nyawa
jejak membekas di lumpur hati

kata
Suara bergema di ruang abadi

tangan
jari gemetar menyaput sajak

mata
kenangan akhir membakar diri

muka putih di jendela
mengikut aku dari subuh

tanganku lumpuh
                                    (
Karya Subagio Sastrowardoyo)

Untuk mengetahui makna puisi “Rasa Dosa” karya Subagio Sastrowardoyo, sebelum pembacaan heuristik dan hermeneutik maka terlebih dahulu dilakukan analisis gaya bunyi sajak yakni sebagai berikut:
Gaya bunyi sajak
Puisi “Rasa Dosa” karya Subagio Sastrowardoyo mempergunakaan asonansi a sehingga sajak menjadi berirama dan timbulnya rasa introspeksi diri.
Pada bait pertama tampak dipergunakan kombinasi bunyi a dan i. Hal itu dimaksudkan untuk mempertegas arti dalam mengintrospeksi diri. Pada baris kedua tampak adanya kombinasi bunyi vokal dan konsosnan yaitu vokal e, i, u, dan konsonan k, ng, r, dan b tampak dipergunakan bunyi yang berselang –seling sehingga menimbulkan rasa merdu. Hal ini tampaak pada baris /mengikut aku dari subuh/.
Demikian juga pada bait kedua, kombinasi bunyi bervariasi bunyi vokal a, dan konsonan l yang berfungsi untuk menegaskan dan meyakinkan rasa introspeksi diri, seperti dalam sajak /semua kekal/.
Pada bait ketiga kembali terjadi pengulangan bunyi vokal a dan pada baris kedua terdapat kombinasi bunyi vokal e, a, u dan konsonan j, m, k, s. Hal ini semakin menegaskan bahwa peringatan Tuhan semakin terasa dalam diri si aku dan si aku mulai menyadari adanya dosa dalam dirinya. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada sajak: / nyawa//jejak membekas di lumpur hati/.
Pada bait keempat bunyi-bunyi vokal semakin ditampilkan, yaitu baris pertama terjadi pengulangan bunyi vokal a dan pada baris kedua vokal tersebut diselingi oleh bunyi konsonan yaitu a, i, ng, i. Hal ini semakin memperkuat rasa introspeksi diri dan semakin membuat si pembaca turut merasa apa yang dialami si aku. Penyataan tersebut terdapat dalam sajak:/ kata//suara bergema di ruang abadi/.
Pada bait kelima terjadi kombinasi bunyi-bunyi vokal a, e, u, dan bunyi konsonan r, k, s, p, hal ini menandakan bahwa si aku semakin merasakan bahwa ada sesuatu yang sangat berat dalam diri si aku, dan ini membuat siaku merasa takut, bimbang, bersalah  dan tidak tahu harus berbuat apa. Hal ini dapat dilihat dalam sajak: / tangan//jari gemetar menyaput sajak/.
Dalam baris keenam juga terjadi kombinasi antara bunyi-bunyi vokal a, e, i, dan bunyi-bunyi konsonan yaitu ng, kh, m, k, r, hal ini berarti bahwa dalam diri si aku bukan hanya ketakutan tetapi lebih dari itu. Bunyi-bunyi tersebut semakin memperkuat makna pada bait sebelumnya yaitu makna ketakutan si aku kepada Tuhan akibat dari dosa yang telah diperbuatnya. Pernyataan tersebut dapat dilihat dalam sajak: / mata//kenangan akhir membakar diri/. 
pada bait ketujuh terjadi pengulangan yang sama seperti pada bait pertama, hal ini dimaksudkan untuk semakin meyakinkan bahwa Tuhan selalu menegur umta-Nya untuk tidak berbuat dosa dan kesalahan. 
 Selanjutnya pada bait terakhir terdapat bunyi vokal dan konsonan u, dan h. Bunyi-bunyi tersebut akan menimbulkan irama yang merdu dan indah. Dalam sajak tersebut menggambarkan si aku yang sudah tidak berdaya lagi atau sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Hal ini dapat disimak dalam sajak:/tanganku lumpuh/.  

Gaya kata 
Sajak yang berjudul “Rasa Dosa” tampak menggunakan pilihan kata yang sangat sesuai dengan bunyinya. Pernyataan tersebut dapat dilihat melalui penggunaan kombinasi bunyi vokal a, i, u, dengan bunyi-bunyi konsonan k, t, h, l, misalnya: /muka putih di jendela/.
Dalam hal diksi (pilihan kata) yang menonjol adalah pemakaian metafora dan hiperbola. Hal itu tampak pada baris: “muka putih” (metafor Tuhan, malaikat), “jendela” (menunjukan hati), “subuh” (sejak adanya kehidupan), “nyawa” (kehidupan), “lumpur hati” (hati yang penuh dosa, kesalahan), “ruang abadi” (hati yang paling dalam), “tangan” (kekuasaan Tuhan), “gemetar” (rasa takut), “sajak” (mengiaskan suatu kisah kehidupan manusia), “lumpuh” (tidak dapat berbuat apa-apa)

Gaya kalimat
Gaya kalimat berupa ironi, hiperbola dan metafora.
Ironi
mengikut aku dari subuh / jari gemetar menyaput sajak”.


Hiperbola
Suara bergema di ruang abadi / kenangan akhir membakar diri/ jejak membekas di lumpur hati”.
Metafora
“muka putih di jendela”.

Pada puisi tersebut juga terdapat berbagai jenis citraan, yaitu diantaranya:
Citraan penglihatan:
/ muka putih di jendela//mengikut aku dari subuh/.
 Dari larik puisi tersebut dapat menimbulkan citraan penglihatan, yang seolah-olah penyair mengajak pembaca untuk dapat membayangkan betapa besar kekuatan Tuhan terhadap diri manusia.
Citraan pendengaran
/Suara bergema di ruang abadi/
Pada larik puisi tersebut penyair mengajak pembaca untuk dapat merasakan betapa dahsyatnya suara Tuhan dalam diri manusia, sehingga mampu menerobos hati manusia yang paling dalam.  

Pembacaan heuristik
Bait 1
Di jendela (ada si) muka putih (yang selalu) mengikuti aku (mulai) dari subuh.
Bait 2
Semua (yang dilakukan si muka putih itu bersifat) kekal (abadi).
Bait 3
Nyawa (si muka putih) terlalu membekas (dan selalu mengusik) jejak di lumpur hati (hati si aku yang penuh dosa).
Bait 4
(Per-) kata (-an) (si muka putih dan) suara (nya selalu) bergema (dan memberikan peringatan) di ruang abadi (dalam hati si aku) 


Bait 5
Tangan (si muka putih) (dan) jari (jemarinya selalu) gemetar menyaput (menulis) sajak    (tentang kebenaran)
 Bait 6
(Tatapan) mata (si muka putih terasa) membakar diri (si aku yang penuh dosa) dan itu (sebagai) kengan akhir. 
Bait 7
Di jendela (ada si) muka putih (yang selalu) mengikuti aku (mulai) dari subuh
Bait 8
Tanganku (si aku yang penuh dosa) terasa lumpuh (tidak dapat berbuat apa-apa) 

Pembacaan retroaktif atau hermeneutik
Bait 1
Di dalam lubuk hati yan paling dalam, (jendela) si aku selalu merasakan bahwa di dalam dirinya Tuhan selalu hadir (muka putih) dan selalumemberikan (mengikuti) peringatan terhadap segala dosa dan kesalah yang telah diperbuatnya. Dan peringatan itu selalu mewarnai setiap langkah dan pekerjaan yng dilakukan oleh si aku dalam melakukan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari  (subuh).  
Bait 2
Segala sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan (si muka putih) bersifat abadi (kekal) dan semuanya itu selalu ada di hati si aku yang penuh dengan dosa dan kesalahan. Tuhan memiliki sifat yang kekal yang tidak dimiliki oleh mahluk lain.
Bait 3
Kehadiran Tuhan kedalam diri si aku (nyawa) terasa mengusik dan mengingatkan segala sesuatu yang telah diperbuatnya dan semuanya itu terasa (membekas) dilumpur hatinya (hatinya yang penuh dengan dosa dan kesalahan).
Bait 4
Kata-katanya (suara) selalu bergema dan terasa memberikan suatu peringatan kepada si aku terhadap segala dosa dan kesalahan yang diperbuatnya dalam kehidupan sehari-hari (di ruang abadi si aku)

Bait 5
Segala sesuatu yag diperbuat oleh Tuhan selalu melukiskan hal-hal yang berisikan tentang kebenaran (gemetar menyapu sajak) dan tidak seorang pun yag berani untuk mentang kebenaran tersebut.
Bait 6
Cahaya Tuhan dapat membangkitkan (membakar) kenangan yang tidak dapat terlupakan. Cahaya Tuhan dapat juga menyadarkan si aku terhadap segala kesalahan dan dosa yang telah dilakukannya. 
Bait 7
Di dalam hati yang paling dalam si aku (jendela) selalu terasa adanya kehadiran Tuhan (muka putih). Kehadiran Tuhan selalu mengingatkan (mengikuti) si aku terhadap dosa dan kesalahn yang telah diperbuatnya dalam kehidupan sehari-hari. Dan itu terjadi sejak si aku di lahirkan.
Bait 8
Semua peringatan Tuhan dapat membangkitkan dan menydarkan terhadap segala dosa dan kesalahan si aku sampai akhir hayatnya (tanganku lumpuh).
Pada hakikatnya setiap manusia menyadari bahwa didalam diriya selalu ada rasa dosa dan kesalahan, kesadaran itu dapat timbul karena adanya kehadiran Tuhan di lubuk hati yang paling dalam. Semua yang Tuhan lakukan adalah kekal. Semua itu mampu membangkitkan rasa dosa dan kesalah si aku hingga akhir hidupnya. 

Tema dan Amanat
Tema
Tema puisi yang berjudul rasa dosa tersebut adalah  setiap manusia mengakui adanya Tuhan (si muka putih), mereka menyadari bahwa Tuhan selalu mengingatkan kepada manusia akan dosa dan kesalahan yang telah dilakukannya. Setiap saat Tuhan hadir dalam diri seseorang, dan semua yang dilakukan-Nya adalah kekal.
Amanat
Amanat yang dapat dipetik dari puisi tersebut adalah:
a.       Tuhan selalu hadir dalam hati seseorang yang mempercayainya.
b.      Tuhan adalah kekal dan abadi
c.       Hendaknya suara Tuhan mampu menembus ke lubuk hati yang paling dalam pada seluruh umat
d.      Hendaknya manusia menyadari akibat dari dosa dan kesalahan yang telah diperbuatnya
e.       Hendaknya setiap saat manusia menyadari bahwa dalam dirinya selalu ada dosa dan kesalahan, dan perlu melakukan pertobatan atau penyesalan.