Oleh:
Juwati
Rasa Dosa
muka putih di jendela
mengikut aku dari subuh
mengikut aku dari subuh
semua kekal
nyawa
jejak membekas di lumpur hati
jejak membekas di lumpur hati
kata
Suara bergema di ruang abadi
Suara bergema di ruang abadi
tangan
jari gemetar menyaput sajak
jari gemetar menyaput sajak
mata
kenangan akhir membakar diri
kenangan akhir membakar diri
muka
putih di jendela
mengikut aku dari subuh
mengikut aku dari subuh
tanganku lumpuh
(Karya Subagio Sastrowardoyo)
Untuk mengetahui makna puisi “Rasa Dosa” karya Subagio Sastrowardoyo, sebelum pembacaan heuristik dan hermeneutik
maka terlebih dahulu dilakukan analisis gaya bunyi sajak yakni sebagai berikut:
Gaya bunyi sajak
Puisi “Rasa Dosa”
karya Subagio
Sastrowardoyo mempergunakaan asonansi a sehingga sajak menjadi berirama
dan timbulnya rasa introspeksi diri.
Pada bait pertama tampak dipergunakan kombinasi bunyi a dan i. Hal itu dimaksudkan untuk mempertegas arti dalam
mengintrospeksi diri. Pada baris kedua tampak adanya kombinasi bunyi vokal dan
konsosnan yaitu vokal e, i, u, dan konsonan
k, ng, r, dan b tampak dipergunakan bunyi yang berselang –seling sehingga
menimbulkan rasa merdu. Hal ini tampaak pada baris /mengikut aku dari subuh/.
Demikian juga pada bait kedua, kombinasi bunyi bervariasi
bunyi vokal a, dan konsonan l yang berfungsi untuk menegaskan
dan meyakinkan rasa introspeksi diri, seperti dalam sajak /semua kekal/.
Pada bait ketiga kembali terjadi pengulangan bunyi vokal a dan pada baris kedua terdapat
kombinasi bunyi vokal e, a, u dan
konsonan j, m, k, s. Hal ini semakin
menegaskan bahwa peringatan Tuhan semakin terasa dalam diri si aku dan si aku
mulai menyadari adanya dosa dalam dirinya. Pernyataan tersebut dapat dilihat
pada sajak: / nyawa//jejak membekas di lumpur hati/.
Pada bait keempat bunyi-bunyi vokal semakin ditampilkan,
yaitu baris pertama terjadi pengulangan bunyi vokal a dan pada baris kedua vokal tersebut diselingi oleh bunyi
konsonan yaitu a, i, ng, i. Hal
ini semakin memperkuat rasa introspeksi diri dan semakin membuat si pembaca
turut merasa apa yang dialami si aku. Penyataan tersebut terdapat dalam sajak:/
kata//suara bergema di ruang abadi/.
Pada bait kelima terjadi kombinasi bunyi-bunyi vokal a, e, u, dan
bunyi konsonan r, k, s, p, hal
ini menandakan bahwa si aku semakin merasakan bahwa ada sesuatu yang sangat
berat dalam diri si aku, dan ini membuat siaku merasa takut, bimbang,
bersalah dan tidak tahu harus berbuat
apa. Hal ini dapat dilihat dalam sajak: / tangan//jari gemetar menyaput sajak/.
Dalam baris keenam juga terjadi kombinasi antara bunyi-bunyi
vokal a, e, i, dan
bunyi-bunyi konsonan yaitu ng,
kh, m, k, r, hal ini berarti bahwa dalam
diri si aku bukan hanya ketakutan tetapi lebih dari itu. Bunyi-bunyi tersebut
semakin memperkuat makna pada bait sebelumnya yaitu makna ketakutan si aku
kepada Tuhan akibat dari dosa yang telah diperbuatnya. Pernyataan tersebut
dapat dilihat dalam sajak: / mata//kenangan akhir membakar diri/.
pada bait ketujuh terjadi pengulangan yang sama seperti pada
bait pertama, hal ini dimaksudkan untuk semakin meyakinkan bahwa Tuhan selalu
menegur umta-Nya untuk tidak berbuat dosa dan kesalahan.
Selanjutnya pada bait
terakhir terdapat bunyi vokal dan konsonan u,
dan h. Bunyi-bunyi tersebut
akan menimbulkan irama yang merdu dan indah. Dalam sajak tersebut menggambarkan
si aku yang sudah tidak berdaya lagi atau sudah tidak bisa berbuat apa-apa
lagi. Hal ini dapat disimak dalam sajak:/tanganku
lumpuh/.
Gaya
kata
Sajak
yang berjudul “Rasa Dosa” tampak menggunakan pilihan kata yang sangat sesuai
dengan bunyinya. Pernyataan tersebut dapat dilihat melalui penggunaan kombinasi
bunyi vokal a, i, u, dengan bunyi-bunyi konsonan k, t, h, l, misalnya: /muka
putih di jendela/.
Dalam
hal diksi (pilihan kata) yang menonjol adalah pemakaian metafora dan hiperbola.
Hal itu tampak pada baris: “muka putih”
(metafor Tuhan, malaikat), “jendela”
(menunjukan hati), “subuh” (sejak
adanya kehidupan), “nyawa”
(kehidupan), “lumpur hati” (hati yang
penuh dosa, kesalahan), “ruang abadi”
(hati yang paling dalam), “tangan”
(kekuasaan Tuhan), “gemetar” (rasa
takut), “sajak” (mengiaskan suatu
kisah kehidupan manusia), “lumpuh”
(tidak dapat berbuat apa-apa)
Gaya
kalimat
Gaya
kalimat berupa ironi, hiperbola dan metafora.
Ironi
“mengikut aku dari subuh /
jari gemetar menyaput sajak”.
Hiperbola
“Suara
bergema di ruang abadi / kenangan
akhir membakar diri/ jejak membekas
di lumpur hati”.
Metafora
“muka
putih di jendela”.
Pada
puisi tersebut juga terdapat berbagai jenis citraan, yaitu diantaranya:
Citraan
penglihatan:
/ muka putih di jendela//mengikut
aku dari subuh/.
Dari larik puisi tersebut dapat menimbulkan
citraan penglihatan, yang seolah-olah penyair mengajak pembaca untuk dapat
membayangkan betapa besar kekuatan Tuhan terhadap diri manusia.
Citraan
pendengaran
/Suara bergema di ruang abadi/
Pada larik puisi tersebut penyair mengajak pembaca untuk
dapat merasakan betapa dahsyatnya suara Tuhan dalam diri manusia, sehingga
mampu menerobos hati manusia yang paling dalam.
Pembacaan
heuristik
Bait
1
Di jendela (ada si) muka putih (yang selalu) mengikuti aku (mulai)
dari subuh.
Bait
2
Semua (yang dilakukan si muka putih itu bersifat)
kekal (abadi).
Bait
3
Nyawa (si muka putih) terlalu membekas (dan
selalu mengusik) jejak di lumpur hati (hati
si aku yang penuh dosa).
Bait
4
(Per-) kata (-an) (si muka putih dan)
suara (nya selalu) bergema (dan memberikan peringatan) di ruang
abadi (dalam hati si aku)
Bait
5
Tangan (si muka putih) (dan) jari (jemarinya selalu)
gemetar menyaput (menulis) sajak (tentang
kebenaran)
Bait 6
(Tatapan) mata (si muka putih terasa) membakar diri (si aku yang penuh dosa) dan itu (sebagai) kengan akhir.
Bait
7
Di jendela (ada si) muka putih (yang selalu) mengikuti aku (mulai)
dari subuh
Bait
8
Tanganku (si aku yang penuh dosa) terasa lumpuh (tidak dapat berbuat apa-apa)
Pembacaan
retroaktif atau hermeneutik
Bait
1
Di dalam lubuk
hati yan paling dalam, (jendela) si
aku selalu merasakan bahwa di dalam dirinya Tuhan selalu hadir (muka putih) dan selalumemberikan (mengikuti) peringatan terhadap segala
dosa dan kesalah yang telah diperbuatnya. Dan peringatan itu selalu mewarnai
setiap langkah dan pekerjaan yng dilakukan oleh si aku dalam melakukan
aktivitas dalam kehidupan sehari-hari (subuh).
Bait
2
Segala sesuatu
yang diciptakan oleh Tuhan (si muka putih)
bersifat abadi (kekal) dan semuanya
itu selalu ada di hati si aku yang penuh dengan dosa dan kesalahan. Tuhan
memiliki sifat yang kekal yang tidak dimiliki oleh mahluk lain.
Bait
3
Kehadiran Tuhan
kedalam diri si aku (nyawa) terasa
mengusik dan mengingatkan segala sesuatu yang telah diperbuatnya dan semuanya
itu terasa (membekas) dilumpur
hatinya (hatinya yang penuh dengan dosa
dan kesalahan).
Bait
4
Kata-katanya (suara) selalu bergema dan terasa
memberikan suatu peringatan kepada si aku terhadap segala dosa dan kesalahan
yang diperbuatnya dalam kehidupan sehari-hari (di ruang abadi si aku)
Bait
5
Segala sesuatu
yag diperbuat oleh Tuhan selalu melukiskan hal-hal yang berisikan tentang
kebenaran (gemetar menyapu sajak) dan
tidak seorang pun yag berani untuk mentang kebenaran tersebut.
Bait
6
Cahaya Tuhan
dapat membangkitkan (membakar)
kenangan yang tidak dapat terlupakan. Cahaya Tuhan dapat juga menyadarkan si
aku terhadap segala kesalahan dan dosa yang telah dilakukannya.
Bait
7
Di dalam hati
yang paling dalam si aku (jendela)
selalu terasa adanya kehadiran Tuhan (muka
putih). Kehadiran Tuhan selalu mengingatkan (mengikuti) si aku terhadap dosa dan kesalahn yang telah
diperbuatnya dalam kehidupan sehari-hari. Dan itu terjadi sejak si aku di
lahirkan.
Bait
8
Semua peringatan
Tuhan dapat membangkitkan dan menydarkan terhadap segala dosa dan kesalahan si
aku sampai akhir hayatnya (tanganku
lumpuh).
Pada hakikatnya
setiap manusia menyadari bahwa didalam diriya selalu ada rasa dosa dan
kesalahan, kesadaran itu dapat timbul karena adanya kehadiran Tuhan di lubuk
hati yang paling dalam. Semua yang Tuhan lakukan adalah kekal. Semua itu mampu
membangkitkan rasa dosa dan kesalah si aku hingga akhir hidupnya.
Tema
dan Amanat
Tema
Tema
puisi yang berjudul rasa dosa tersebut adalah
setiap manusia mengakui adanya Tuhan (si muka putih), mereka menyadari bahwa Tuhan selalu mengingatkan
kepada manusia akan dosa dan kesalahan yang telah dilakukannya. Setiap saat
Tuhan hadir dalam diri seseorang, dan semua yang dilakukan-Nya adalah kekal.
Amanat
Amanat
yang dapat dipetik dari puisi tersebut adalah:
a. Tuhan
selalu hadir dalam hati seseorang yang mempercayainya.
b. Tuhan
adalah kekal dan abadi
c. Hendaknya
suara Tuhan mampu menembus ke lubuk hati yang paling dalam pada seluruh umat
d. Hendaknya
manusia menyadari akibat dari dosa dan kesalahan yang telah diperbuatnya
e. Hendaknya
setiap saat manusia menyadari bahwa dalam dirinya selalu ada dosa dan
kesalahan, dan perlu melakukan pertobatan atau penyesalan.